Mot's...!!!

Yaa Allaahh... Kita sering nampak derita hari ini, tapi kita jarang ingat kebahagiaan untuk esok hari. jadi, belajar lah untuk menghargai apa yg kita miliki hari ini, kerana kita takkan dapat mencapai penghargaan untuk esoknya jika semuanya telah tiada... Dalam hidup, seringkali kita lebih banyak mendapatkan apa yang tidak kita inginkan. Dan ketika kita mendapatkan apa yang kita inginkan, akhirnya kita tahu bahawa apa yang kita inginkan terkadang tidak dapat membuat hidup kita menjadi lebih bahagia. Waktu kamu lahir, kamu menangis dan orang-orang di sekelilingmu tersenyum. Jalanilah hidupmu sehingga pada waktu kamu meninggal, kamu tersenyum dan orang-orang di sekelilingmu menangis. Kita lahir dengan dua mata di depan wajah kita, kerana kita tidak boleh selalu melihat ke belakang. Tapi pandanglah semua itu ke depan, pandanglah masa depan kita.

mercredi 31 octobre 2007

"Tamparan" Berbekas di HATI...part o2

"Tamparan" berbekas diHATI


Suatu hari, saat jam istirahat pertama, Joba menghampiri Rara yang duduk di sebelah Jo. Selamanya begitu memang, mereka sudah mempunyai pasangan duduk masing-masing.

“Ehm! Ke kantin yuk, Ra!” Joba menepuk pundak kanannya dengan lembut. Rara nggak ngerti maksud Joba mengajaknya makan tapi dia mengangguk setuju.
“Aku juga udah terlalu males duduk di sini,“ katanya. Jo hanya diam walau dari matanya tampak kilat tak suka. Aneh, kenapa kali ini dia ngerasa Rara telah direbut darinya, ya? Mereka meninggalkan Jo sendirian.

“Kurang ajar! Ini penghinaan!!” geramnya dalam hati. Segera dia berlari keluar kelas mencari teman genknya. Akan dia ceritakan apa yang baru saja

membuatnya hampir merobohkan gedung sekolah ini. Akan disusun siasat yang jitu untuk menjatuhkan Joba dan menenggelamkannya, selamanya.

“Wah, kalau gitu caranya kamu kalah, Jo!” sergah Reza, anggota genknya.
“Bener Jo. Mending cari cara lain aja!” yang lain mengiyakan.
“Terus, aku harus bagaimana?” ujar Jo, menyimpan sementara emosinya.
“Triple J adalah seorang jomblo, sementara Jon Barota adalah sang player yang lihai. Jelas saja kamu nggak punya tempat di hati cewek-cewek. Mereka pasti lebih ngikutin yang playboy daripada jomblowan kayak kita,” Reza memberi analisa yang nggak ketahuan apa maksudnya.
“Dengan kata lain, kamu harus melepas gelar jomblo dulu, baru kamu menang atas Joba,” tambahnya.
“Nggak!! Aku yakin dengan predikat jomblo ini, aku bisa mempermalukan Joba!” emosi Jo meluap-luap.

****

Merasa masih kalah dari saingannya, Jo menyusun siasat jitu. Kali ini dia meminjam mobil ayahnya buat pasang muka. Dengan strategi yang sudah diracik sedemikian matang tadi malam, Jo memasang mimik memelas.

”Ehh, Ra. Pulang sekolah mau ke mana? Ada acara?” tanyanya pada teman sebangkunya itu. Rara tampak sedikit terkejut dengan sapaan Jo yang nggak biasanya. Walau melihat ada yang janggal, dia menjawab juga.
“Langsung pulang sih. Kenapa Jo?”
”Hmm… kalau gitu ntar pulang bareng, mau nggak? Aku antar?”
Rara makin yakin, ada yang kurang beres. Tapi, dia malah mengiyakan ajakan Jo. Berhasil! Jo pun tinggal menyusun rencana, agar Joba melihat Rara pulang dengannya hari ini.

Sejauh ini triknya berjalan mulus-mulus saja. Sesuai yang dijanjikan, mereka pulang bersama-sama. Di tengah jalan, Jo membelokkan mobilnya ke sebuah rumah makan.

"Makan dulu ya, laper.” Jo tak membiarkan Rara menolak ajakannya. Rara setuju. Mereka duduk di meja pojok, pilihan Jo, agar leluasa melihat siapa-siapa yang mampir ke rumah makan itu. Orang yang ditunggunya datang juga, Joba dengan langkah mantap memasuki rumah makan tanpa seorang teman pun. Bergegas menghampiri Jo dan Rara yang tengah asyik menunggu pesanan.

Jo pura-pura tidak melihat, Joba menarik kerah baju agar berdiri. Tangan lainnya terkepal siap memukul. Rara kebingungan.

“Eh, apa maksudmu nantang aku di rumah makan ini. Nih, aku sudah datang, sendirian! Kamu mau apa?!!” Joba memaki dan membentak-bentak Jo. Jo tenang-tenang saja, tak sedikitpun terpancing emosi.
“Kamu kalah Joba. Lihat! Rara sudah jadi milikku,” Jo berbisik di telinga Joba.
Joba berpaling ke arah gadis yang dimaksud Jo dengan sangat terkejut. Dia sempat ingin mengatakan sesuatu tapi urung dilakukan. Seketika itu juga, dia pergi meninggalkan mereka. Jo mencoba tersenyum ketika Rara menatapnya terheran-heran. Dia kembali menempati kursi sementara Rara masih berdiri.
”Oh, jadi maksudmu ngajak aku pulang bareng biar kamu merasa menang dari Joba? Itu aja? Hah! Aku pikir, kamu sudah mulai bersahabat, Jo,” kata Rara ketus.
“Terus kenapa? Biar gimanapun, Joba nggak akan bisa ngalahin Jojo!” balas Jo, terpaksa jujur karena siasatnya terlanjur ketahuan oleh Rara.
“Sorry, Jo, aku nggak bisa terima perlakuan ini. Aku pulang!”
Jo segera menarik tangan Rara.
“Cuma karena masalah kecil ini?”
“Masalah kecil kamu bilang? Kamu sudah mempermalukan aku, ngerti?”
“Cuma begini mempermalukan? Kalau kamu ditelanjangi di depan umum baru…”
PLAKK!!!
Belum selesai kalimat Jo terucap, sebuah tamparan mendarat sukses di pipi kirinya.
“Tolong ngertiin perasaan aku, Jo! Aku berusaha ngertiin sifat kamu yang nggak jelas itu karena aku menganggap kamu sama seperti teman lain. Mau mereka sebut kamu ‘pembunuh berdarah dingin’, cowok pendendam, si cuek yang kaya raya, aku nggak peduli. Aku tetap mau berteman, tapi kamu… kamu sudah merusaknya, Jo!” Rara pergi meninggalkan Jo sambil berlari keluar rumah makan. Jo hanya terdiam dan tidak mampu berbuat apa pun dalam keadaan ini. Sebelumnya, nggak ada tuh kejadian yang benar-benar menyentuh perasaannya seperti ini
.

Malamnya, Jo tidak bisa tidur. Gelisah berbaring di kasur empuknya, di dalam kamar dengan jendela terbuka dan hanya disinari bulan yang sedang penuh. Dia terus teringat tamparan Rara yang dirasakannya, sangat hangat. Dia malah menyukai tamparan itu. Entahlah, kenapa dia senekat itu menantang Joba demi anggapan mampu merebut Rara dari hati Joba. Dia takut, kalau Rara malah akan semakin akrab dengan Joba nantinya. Sepertinya, kali ini dia bukan memikirkan kalah dari Joba. Lebih dari itu, dia takut sekali Rara berpacaran dengan Joba.
“Apakah aku sudah jatuh cinta pada Rara?” katanya malam itu. “Ah! Aku kan biasa nyuekin dia… tapi aku takut banget kehilangan dia.” Makin lama, matanya terpejam dan dia bermimpi indah bersama Rara.

****


“Aku minta maaf. Aku nggak tahu gimana caranya ngomong ini ke kamu. Kemarin itu memang bodoh banget. Aku suka kamu tapi aku nggak tahu harus gimana…”
Rara hanya bengong ketika tiba-tiba Jo menghampirinya di depan gerbang sekolah. Biasanya Jo datang paling akhir, tapi ini masih setengah jam lagi masuk sekolah, dia sudah ada.

“Kamu sehat, Jo?”
“Kamu maafin aku nggak?”
Rara diam sejenak. Lalu mengangguk dan mengiyakan dengan mantap.
“Gara-gara kamu tampar aku kemarin, aku ngerasa kalau aku suka sama kamu,” kata Jo tanpa ragu-ragu.
“Apa ini kebiasaan kamu? Langsung ke pokok permasalahan?” balas Rara.
“Itulah aku. Nggak suka basa-basi,” jawab Jo.
“Kita lihat nanti saja, ya!”
“Tapi aku suka kamu, Ra.”
“Terus?” kata Rara sambil pergi meninggalkan Jojo.
“Terus? Iya ya… terus apa?” ucap Jojo sambil menggaruk-garuk kepalanya
.


'BODOH' yahhh..

akkhhh, udeh yee gw ga' mao nerusin lagi ahhhh...

Aucun commentaire:

Powered By Blogger