"Tamparan" berbekas diHATI
Jojo jomblo, begitu teman-teman menyebutnya. Ada juga yang menyebutnya Triple J. Terserah saja, seenaknya. Sepertinya Jojo juga enjoy menyandang gelar jomblo yang diberikan teman-temannya. Cowok yang… yah, boleh dibilang rada cakep ini, memang sudah berkomitmen untuk menjomblo selama masih SMA.
Banyak sudah cewek-cewek dibuat frustrasi lantaran selalu diacuhkannya begitu mendekati. Kemudian cewek-cewek lebih mengenalnya sebagai cowok yang sok jual mahal, sombong, nggak romantis, dan sebagainya. Begitu banyak julukan yang mampir ke dirinya, semua bermula dari sikapnya yang acuh itu. Dia memang berbeda dengan jomblowan-jomblowan lain. Sebenarnya Jojo, atau Jo, senang tebar pesona, gayanya selalu stylish, temannya keren-keren, kalau nggak keren secara penampilan, ya keren secara wawasan yang kekini-kinian gitu, dan dia lebih suka pada yang sepaham.
Dia begitu mendapat nama bagi setiap penghuni SMA Timur Jauh 2 ini. Sebuah SMA terfavorit sekaligus SMA termahal di kota ini. Jojo memang anak kelas dua tapi temannya menyebar di setiap level kelas. Siapa yang nggak kenal Jo, anak dirut perminyakan kondang di negeri ini? Rasanya terlalu kurang gaul deh, kalau nggak kenal nama sekaliber Jonanta Rafilan.
Liburan semester II ini, Jo lebih memilih menghabiskan waktunya nonton TV di rumah atau sekadar bermalas-malasan. Yang jelas, dia sudah terlalu malas untuk berlibur. Semua tempat terbaik pernah dia kunjungi.
Saat dia sedang menikmati pertandingan golf di saluran ESPN, tiba-tiba ponselnya "berdering"..:
“Ya?” Jo menjawab telepon.
“Kapan registrasi, Jo?” terdengar suara Erwin, temannya, di seberang.
“Besok. aku ke tempatmu dulu.” Klik! Begitulah. Singkat, nggak padat-padat amat, dan nggak jelas-jelas amat juga.
Besoknya, Jo dan Erwin mendatangi ruang TU untuk registrasi akademiknya. Suasana masih sepi, hanya beberapa anak yang sudah melakukan registrasi. Mungkin karena masih ada waktu panjang hingga dua minggu ke depan. Jo mengamati siapa-siapa saja yang menjadi teman satu kelasnya nanti. Dia terkejut begitu melihat nama Jon Barota masuk di kelasnya. Joba, panggilan Jon itu, lebih dikenal sebagai musuh besar Jo. Mereka selalu berebut kekuasaan, selalu bersaing memperlihatkan siapa yang terbaik di Timur Jauh. Berbeda dengan Jo, Joba dikenal suka gonta-ganti pacar. Istilah kerennya player.
*****
Liburan telah usai, kini hari-hari sekolah aktif kembali. Santo Lucas ramai dengan cerita seru setiap pagi. Apalagi ini baru mulai tahun ajaran, para siswa hampir belum saling mengenal satu sama lain karena dulunya tidak satu kelas. SMA Timur Jauh memiliki 30 kelas. Kelas I, II masing-masing 10 kelas, kelas III dibagi 3 jurusan, 4 kelas untuk IPA, 4 kelas IPS dan sisanya Bahasa. Di kelas yang terakhir inilah, Jo akan menjalani hari-hari persaingan dengan rivalnya, Joba .
Seperti biasa Jo berangkat lebih siang dari yang lain, hampir selalu terlambat. Padahal rumahnya hanya berjarak dua kilometer saja dari sekolah. Itupun ditempuh dengan motor gedenya. Mungkin maksudnya mau tebar pesona atau ingin punya ciri khas sendiri. Kali ini pun begitu, saat memasuki gerbang sekolah, dia harus membayar lima puluh ribu rupiah kepada satpam Gino. Sogokan biar bisa sukses masuk. Bukan hanya hari ini tentunya, mungkin satpam Gino telah menerima 720 kali lima puluh ribuan darinya. Karena sudah dua tahun ini Jo kalah cepat datang ke sekolah dibanding gerakan satpam Gino yang menutup gerbang.
Suasana kelas tenang, hanya beberapa kelas I yang terlihat masih duduk-duduk di teras karena belum ada wali kelas. Kelas Jo juga tampak hening, nggak ada lagi kedengaran jeritan cewek-cewek ganjen yang biasanya keluar tiap Jo lewat. Jo mengetuk pintu tanpa ragu-ragu dan tanpa menunggu dibukakan, kepalanya langsung melongok ke dalam kelas.
“Selamat pagi, Pak!” sapa Jo pada guru sejarah dengan mimik memelas. Fiuh! Untunglah dia memilih jurusan Bahasa, jadi nggak ketemu lagi dengan pelajaran biologi yang diberikan Bu Ida. Kalau Bu Ida ngelihat Jo telat lagi seperti ini, bisa-bisa ia memberi ‘les privat’ he he he… Ya… mungkin disuruh membaca buku dengan vokal diganti huruf “i” semua atau menghitung butiran nasi pada makan malamnya selama tujuh hari berturut-turut atau sekadar duduk di meja guru sementara Bu Ida duduk di bangkunya. Pokoknya konyol dan nggak meaning deh.
Jo menganggap karena nilai biologinya merah, dia tidak bisa masuk IPA. Meskipun kimia, fisika, dan matematikanya di atas delapan semua. Begitulah aturan sekolah, di antara keempat pelajaran itu tidak boleh bernilai merah. Apalah daya Jo ketika Bu Ida memberinya nilai itu.
Dia tidak dapat tempat duduk lagi, satu-satunya yang tersisa hanyalah di depan meja guru. Ada seorang cewek yang telah menempatinya, Jo pun terpaksa duduk di situ.
“Hei aku Rara, pindahan dari SMA Timur Jauh Surabaya,” cewek itu memperkenalkan diri. Senyumnya lebar penuh pengharapan. Jo hanya menengok dua detik lamanya, matanya seolah bertanya “Siapa sih, Lo?” lalu berbalik lagi menghadap whiteboard yang bertuliskan kerajaan-kerajaan lama di Indonesia. Rara yang di sebelahnya pun bete.
“Jo itu jomblowan sejati. Dia tidak sembarang terima teman, jangan heran kalau dia menolak kamu saat diajak kenalan. Begitulah Jo, dia selalu menatap seseorang dengan sejenak, lalu memutuskan cocok atau tidak,” ujar Nindi, cewek yang satu kelas dengan Jo dan Rara memberi penjelasan pada teman barunya. Rara hanya mengangguk keheranan.
Aucun commentaire:
Enregistrer un commentaire